Selamat Datang

SELAMAT DATANG DI BLOGNYA EKO SUPRIYADI. . MARI SILAHKAN . . .

Minggu, 15 April 2012

Orasi Budaya, Hamemayu Hayuning Bawono : Sebuah Filosofi


Ini kali kedua saya menyaksikan ceramah/pengajian yang biasa disebut dengan istilah Maiyahan. Narasumber oleh Emha Ainun Najib atau sering disapa Cak Nun dengan iringan musik dari Kiai Kanjeng. 12 April 2012 tepat pada peringatan satu abad Sri Sultan Hamengkubuwana IX bertempat di Pagelaran Kraton Yogyakarta, masyarakat sudah memenuhi pelataran pagelaran sejak pukul 20.00. Banyak nilai-nilai spiritual, budaya, humanis, serta argumen-argumen yang bisa menyetir pola pikir. Disampaikan dengan bahasa yang cukup tinggi, namun dengan perumpamaan dan analogi-analogi semua itu menjadi mudah dipahami. Iringan musik dari Kiai Kanjeng pun tidak saklek seperti pengajian pada umumnya yang membawakan lagu islami dengan rebana, dsb. Namun musik dari Kiai Kanjeng ini merupakan kolaborasi yang sangat apik dan menarik antara gamelan dengan alat musik modern seperti gitar, bass, drum, biola, dan alat-alat pendukung lainnya. Semua itu dibawakan dengan berbagai jenis aliran musik termasuk jazz, pop, dangdut, keroncong, dll.  KEREN BANGET! Menurut saya.

Cak Nun membuka ceramah dengan mengutarakan perbedaan antara Kraton dengan Negara. Kraton bukan sekedar kerajaan, tapi ajaran yang memiliki konsep jelas 'Hamemayu Hayuning Bawono' yang diartikan sebagai suatu upaya dalam mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia melalui keselarasan hubungan antar sesama, hubungan dengan alam, serta hubungan dengan Tuhan dengan mengesampingkan ambisi pribadi untuk khalayak umum. Sedangkan Negara merupakan alat yang membicarakan persoalan teknis, bukan konsep. Teknik berpolitik, berekonomi dan kepentingan manusiawi lain yang cenderung memenangkan ambisi pribadi. Bisa dilihat dari para pemimpin negara sekarang, banyak kasus korupsi, saling menjatuhkan, berdiri di atas penderitaan rakyat. Karena hanya berupa teknis, bukan konsep, maka yang terjadi pun semrawut. Tidak ada politikus yang setia, mereka hanya dekat karena butuh.


Selanjutnya Cak Nun membahas tentang filosofi tata letak antara Kraton-Tugu-Gunung Merapi yang membentuk satu garis lurus diibaratkan kosmologi semesta, hubungan manusia-alam, manusia, dan Tuhannya. Peletakan monumen Tugu Yogyakarta yang berada di simpang Jalan Mangkubumi, Jalan Jendral Sudirman, Jalan A. M. Sangaji, dan Jalan Diponegoro berada pada garis linier yang jika ditarik ke utara akan bertemu dengan Gunung Merapi dan ke selatan bertemu dengan Laut Selatan. Di tengah garis itu Kraton Yogyakarta berdiri sebagai pancernya. Penamaan jalan pada garis linier antara Tugu hingga Kraton pun sarat makna, walaupun kini sudah berubah.

Begini penjelasannya. Dari Tugu hingga rel kereta api Stasiun Tugu sebelumnya dinamai Jalan Margo Utomo (sekarang Jalan Mangkubumi). Artinya, dalam hidup, manusia harus paham dengan 'pagar' utamanya. Harus bisa membedakan mana yang bathil dan haq. Selanjutnya jalan dari rel kereta api Tugu sampai Toko Batik Terang Bulan dinamai Jalan Malioboro. Berasal dari kata mali (wali) dan ngumboro (berkelana) yang dapat diartikan menjadi 'dadio wali sing ngumboro'. Layaknya para wali, manusia harus menyebar nilai-nilai kebaikan sejauh mungkin di seluruh penjuru dunia. Lalu daru Toko Terang Bulan sampai simpang titik nol kilometer sebelum memasuki alun-alun utara dinamai Jalan Margomulyo (sekarang Jalan Ahmad Yani). "Jika telah melakukan keutamaan hidup lalu menyebarkannya, manusia akan sampai pada jalan kemuliaannya," kata Cak Nun.


Acara ini berlangsung sangat meriah dihadiri ratusan orang yang memenuhi pagelaran kraton. Dihadiri oleh GBPH Joyokusumo yang sempat menyanyikan lagu ciptaan Sri Sultan HB IX dengan aransemen oleh Kiai Kanjeng, dkk. Selain itu juga para kerabat Kraton turut menyaksikan orasi budaya dalam rangka mengenang satu abad Sri Sultan HB IX ini. Gusti Joyo juga memberikan beberapa patah kata yang intinya dalam melaksanakan tugas jangan mengharap imbalan apapun sebagai wujud tanggungjawab dan pengabdian kepada bangsa dan negara, seperti yang telah dicontohkan oleh Sri Sultan HB IX. Acara ditutup dengan lantunan musik Ilir-ilir dan Sholatullah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar